Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang* Pada suatu fraktur yang "complete" akan terjadi
diskontinuitas pada seluruh jaringan tulang termasuk dengan periosteum maupun endosteumnya.
Sedangkan pada fraktur yang
"incomplete", diskontinuitas tidak terjadi pada seluruh
ketebalan tulangnya, dan
periosteum dan/atau endosteumnya dapat masih utuh.3 Pada saat
terjadinya trauma, energi yang diserap mengakibatkan kegagalan mekanis dan
struktural jaringan tulang. Sebagai akibatnya pembuluh darah tulang yang
fraktur dan jaringan lunak di sekitarnya seperti jaringan ikat, fascia, lemak dan jaringan
otot serta pembuluh darah di sekitarnya mengalami kerusakan. Adanya kerusakan
pada jaringan lunak tersebut juga ikut mempengaruhi proses penyembuhan fraktur
tulang.5,6
Proses penyembuhan fraktur tulang meliputi
berbagai jaringan yaitu hematoma
yang disertai dengan proses inflamasi, jaringan granulasi,
jaringan ikat, jaringan fibrokartilago, proses
mineralisasi dan proses pembentukan
tulang (ossifikasi), serta tulang yang mengalami remodelling pada bagian tulang
cancelous maupun cortical.2'3
Dengan demikian, proses penyembuhan tulang tidak lain juga merupakan suatu
proses penyembuhan luka yang melibatkan berbagai jaringan, baik jaringan tulang
sendiri maupun berbagai jenis jaringan lain di sekitarnya. Proses tersebut
merupakan suatu proses yang kompleks dan berjalan secara bertahap dan simultan
yang menghasilkan suatu jaringan yang semula lebih elastis dan tidak rigid menjadi jaringan
tulang yang keras, rigid
dan kurang elastis.2 3,8 Proses ini juga merupakan
serangkaian perubahan seluler, matriks tulang, dan vaskuler yang melibatkan
berbagai mediator kimiawi sebagai respon inflamasi terhadap trauma.
Hematoma
Hematoma timbul beberapa detik setelah
gaya yang menyertai trauma menyebabkan fraktur dan kerusakan pembuluh darah
yang kemudian menimbulkan perdarahan, baik di sekitar tulang maupun di
ujung-ujung fragmen fraktur itu sendiri Di samping itu pula jaringan lunak,
otot, dan periosteum
mengalami kerusakan. Pembuluh darah yang ruptur tersebut akan mengalami
vasokonstriksi akibat dilepaskannya katekolamin, brandykinin, dan serotonin oleh sel Mast yang berada di jaringan sekitarnya
8 Akibat pelepasan faktor-faktor pembekuan oleh trombosit maka
terbentuklah benang-benang
fibrin yang akan membentuk hematoma pada celah di antara fragmen-fragmen fraktur, medulla tulang dan di bawah periosteum yang terangkat.
Sedangkan tulang pada bagian ujung-ujung fragmen fraktur tersebut akan
mengalami nekrosis sampai ke tempat terdapatnya pembuluh darah kolateral yang
terdekat. Sel-sel yang nekrosis tersebut mengeluarkan pula enzim lisosom yang
menyebabkan degenerasi sel lebih lanjut*5*7
Bersamaan dengan proses ini
reaksi inflamasi mulai timbul dengan dilepaskannya berbagai mediator oleh
trombosit, sel-sel yang mati dan mengalami kerusakan. Mediator-mediator tersebut menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah, dan eksudasi cairan plasma yang berisi sel-sel
inflammasi yang masuk ke bagian yang mengalami fraktur tersebut 6
Sel-sel
inflammasi tersebut meliputi
sel-sel lekosit PMN, yaitu terutama pada tahap 24 jam pertama serta makrofag
dan limfosit pada tahap selanjutnya6 Di samping itu pula sel-sel
mesenkim (sel-sel "osteoprogenitor") yang berasal dari periosteum,
endosteum, transformasi sel-sel endotil dari medulla dan osteoinduksi jaringan
otot dan lunak di sekitarnya turut bermigrasi.6 Eksudat yang
terbentuk mempunyai peranan yang sangat penting di dalam migrasi, mitosis, dan
diferensiasi sel-sel tersebut. Hal ini disebabkan di dalam eksudat itu pula
terdapat senyawa hyaluronat dan fibronectin yang merangsang migrasi dan
proliferasi sel.6 Pada tahap ini pula lingkungan di sekitar fraktur
bersifat asam yang mempengaruhi aktivitas sel-sel di dalamnya. Tekanan oksigen
di tempat hematoma pun rendah sedangkan aliran darahnya ('1)lood flow")
menurun Keadaan relatif hipoksia tersebut baik bagi pembentukan tulang seperti
yang telah dibuktikan secara invitro.2'6'7
Mediator-mediator kimiawi yang
berperanan dalam proses inflamasi tersebut berupa "cytokine" , zat morfogenik
dan zat-zat eicosanoid seperti prostaglandin
(PGE2).
"Cytokine" yang dilepaskan oleh trombosit yang berada di dalam
bekuan darah tersebut adalah "platelet derived growth factor" (PDGF),"transforming growth factor -P" (TGF-beta) yang berfungsi
untuk merangsang sel-sel mesenkim yang terutama terdapat pada periosteum dan
belum berdiferensiasi untuk berdiferensiasi menjadi sel-sel fibroblast, osteoblast dan chondrocyte.16,8
TGF-p membentuk pula jenis cytokine
lainnya yang bersifat osteokonduktif dan osteoindusif yaitu "bone morphogenic protein
(BMP)" dan
"osteogenic protein-1 (OP-1)" yang berfungsi mempercepat proses penyembuhan
tulang.6 BMP adalah non-collagenous glikoprotein yang berada di
dalam tulang dan berfungsi menstimulasi sel mesenkim untuk berdifferensiasi
menjadi osteoblast. Diferensiasi
tersebut dirangsang pula oleh berbagai jenis mediator juga dilepaskan oleh
sel-sel inflammasi yang berkumpul di sekitar jaringan hematoma tersebut.1,6,7
Di antara mediator-mediator
tersebut adalah "cytokine"
interleukin-1. Mediator ini mempunyai efek sistemik maupun lokal. Efek sistemik
adalah produksi reaktan pada fase akut di hepar, peninggian laju endap darah,
febris melalui ''mid
brain", resorpsi tulang, dan produksi serta migrasi limfosit ke tempat
trauma. Sedangkan efek
lokalnya adalah atrofi otot,
peningkatan sekresi prostaglandin (PGE2) dari sel-sel otot, peningkatan
kecepatan mitosis di sumsum tulang dan thymus setelah fraktur dan trauma
jaringan lunak, dan peningkatan jumlah osteoclast pada metafisis yang tidak
rusak sesudah suatu fraktur.6'7 TGF-beta tersebut akan
terus dihasilkan oleh osteoblast dan chindrocyte selama proses penyembuhan
berlangsung.1
Prostaglandin (PGE2)
dihasilkan oleh tulang mengalami fraktur dan jaringan otot di sekitarnya.
Prostaglandin meningkatkan pembentukan tulang melalui pelepasan "cyclic
adenosine monophosphate" (cAMP), cGMP, dan "growth factor" yang
mengatur proses resorpsi dan deposisi tulang pada proses remodelling. Salah
satu "growth factor" yang dirangsangnya adalah TGF-J3 yang berfungsi
menginduksi pembentukan jaringan granulasi. Prostaglandin pun mempunyai efek
merangsang migrasi sel dan pembentukan pembuluh darah. "Insulin growth
factor (IGF)" pun dirangsang produksinya oleh prostaglandin. IGF berfungsi
untuk menstimulasi proliferasi sel-sel tulang dan matriks kartilago. Produksi
prostaglandin pada tulang dapat dihambat oleh obat anti inflamasi non steroid
yaitu indomethacin. Pemberian obat ini akan menyebabkan kallus yang terbentuk
menjadi lemah. Namun demikian, ibuprofen, satu jenis lain obat anti inflamasi
non steroid, tidak berpengaruh terhadap sintesa prostaglandin.7
Hematoma diduga pula berfungsi
sebagai media atau ruang yang dibentuk oleh spasme dan kontraktur jaringan
sekitar fraktur sehingga nantinya callus akan menempati tempat tersebut. Ukuran
besarnya hematoma menentukan pula ukuran callus yang terbentuk, di samping
faktor stabiliti (pergerakan) ujung-ujung fragmen fraktur. Reaksi inflamasi ini
akan berlangsung dalam waktu antara 4 hari sampai satu minggu. ''
Jaringan granulasi
Setelah fase inflamasi
selesai pada hematoma maka selanjutnya akan terbentuk jaringan granulasi.5,8
Bersamaan dengan tahap ini, sel-sel yang nekrotik dan eksudat akan diresorpsi
dan akan digantikan oleh sel-sel
osteoprogenitor yang telah
berdiferensiasi seperti sel-sel fibroblast, fibrocyte, sel-sel mononuklear, dan
endotil pembuluh darah kapiler. Jaringan granulasi lebih kuat dan kaku dari
pada hematoma. Jaringan granulasi dapat menahan pemanjangan sebanyak dua kali panjangnya
dan kekuatan maksimalnya adalah 0,1 N-m/mm2 sebelum menjadi ruptur.
Sedangkan modulus elastisitasnya adalah E = 0,05 N-m/mm.2'3
Pada tahap ini proses
neovaskularisasi berlangsung dengan dengan bantuan "angiogenetic
factor". Sel-sel endotil pembuluh darah didaerah fraktur maupun di
jaringan otot dan lunak sekitarnya akan mengalami penonjolan sitoplasma
sehingga pembuluh darah baru terbentuk dengan cara migrasi dan reduplikasi.
Pembuluh darah yang terbentuk ini berjalan paralel satu sama lainnya dan dan
tegak lurus terhadap fraktur. Pada fase awal neovaskularisasi tersebut lebih
banyak terdapat di sekitar pembuluh darah periosteum, sedangkan pada fase
selanjutnya pembuluh darah arteri nutricia dari medulla lebih memegang peranan
penting. "Fibroblast growth factor"(FGF) adalah mediator yang
terpenting pada proses angiogenesis penyembuhan fraktur tulang dan dihasilkan
oleh makrofag. Apabila fraktur yang terjadi adalah fraktur yang direk dan
disertai kerusakan jaringan lunak serta otot yang luas, maka pembentukan
neovaskularisasi tersebut akan terganggu sehingga dapat terjadi delayed atau
non union pada penyembuhan fraktur tulang. Sedangkan bila frakturnya disebabkan
oleh trauma yang indirek, kerusakan jaringan lunak yang ditimbulkan tidak masif
sehingga pembuluh darah dan sel-sel osteoprogenitor akan tumbuh dengan baik.u'6FGF
ini juga pada fase-fase selanjutnya akan dihasilkan oleh sel-sel osteoblast dan
Chondrocyte 1
Salah satu jenis protein yang
terdapat di dalam pembuluh darah yaitu laminin, juga akan meningkat di sekitar
jaringan granulasi. Protein ini berperanan di dalam pembentukan jaringan
granulasi. Kemudian osteoclast pun mulai dengan aktif meresorpsi sel-sel yang
nekrotik. Proses resorpsi ini banyak dipengaruhi oleh prostaglandin dengan cara
meningkatkan aktivitas osteoclast dan penambahan jumlah sel-sel osteoclast.2
Jaringan ikat
Proses penyembuhan atau
regenerasi tulang berlangsung terus dan jaringan granulasi akan mengalami
transformasi menjadi jaringan ikat yang terdiri dari serabut-serabut kolagen.5
Jaringan ikat ini akan lebih kuat lagi dibandingkan jaringan granulasi dan
kekuatannya bervariasi tergantung kepada jenis jaringan ikatnya. Kekuatan
tegangan ("tensile
strength") bervariasi di antara 2 dan 60 N-m/mm2 dan
kekuatan perubahan panjang sampai dengan ruptur diantara 5% dan 17%.5
Fase ini juga dikenal sebagai
fase mesenkimal karena sel-sel yang dominan pada tahapan ini adalah sel-sel fibroblast, chondroblast,
dan makrofag. "Chondrocyte"
yang pertama kali terbentuk adalah yang terletak di dekat tulang kortikal dan
berasal dari diferensiasi sel-sel mesenkim yang berasal dari lapisan periosteum Serabut kolagen
yang disintesa adalah kolagen tipe I dan tipe II. Sedangkan fibroblast mensintesa serabut kolagen tipe
III dan tipe V yang didapatkan pada daerah jaringan ikat yang bersama dengan
pembuluh darah. Pada tahap ini serabut kolagen tipe I yang dominan. Di samping
kolagen jaringan ini juga terdiri dari matriks yang meliputi glycosaminoglycans dan proteoglycans.7
Pada fase ini kadar "alkaline phosphatase"
dan protein spesifik pada tulang akan terus meningkat. Protein tulang yang
spesifik ini meliputi "proteoglycan
core protein", kolagen tipe II, "bone Gla protein", dan osteocalcin. Kadar air dan lipid berada dalam
konsentrasi yang tinggi pada stadium ini.7
Jaringan fibrokartilago
Secara biomolekuler fase ini
merupakan kelanjutan dari fase mesenkimal yaitu fase chondroid dan
chondroid-osteoid. Setelah jaringan ikat terbentuk maka secara bertahap sel-sel
mesenkim yang telah berdiferensiasi berubah menjadi chondroblast yang kemudian
mendeposisi matriks kolagen dan berubah menjadi chondrocyte yang merupakan sel yang
dominan di sekitar fraktur maupun lapisan kambium periosteum. Serabut kolagen yang
dominan disintesa pada tahap ini adalah kolagen tipe II dan IX. Kolagen
Cipe II akan dideposisi pada area kartilago yang
telah matur, sedangkan tipe IX berfungsi menstabilisasi serabut-serabut kolagen
II. Hexosamine,
hydroxyproline, dan hydroxylisine mencapai
puncak konsentrasinya pada fase ini, yang kemudian akan berkurang pada fase
selanjutnya. Sedangkan kadar mineral mulai meningkat pula Dengan terbentuknya
jaringan kolagen yang matur dan mulai terbentuknya sel-sel osteoid pada fase chondroid-osteoid
yang mengikuti fase chondroid, maka pada daerah fraktur mulai terbentuk
jaringan kallus yang dapat dibagi menjadi "soft callus" dan "hard callus". Bersamaan dengan itu pula kadar proteoglycans pada matriks
ekstraseluler akan meningkat dan terdiri dari dua jenis yaitu "dermatan sulfate" oleh fibroblast, dan chondroitin
4-sulfate selama minggu kedua oleh sel-sel chondrocyte.2'7 Jaringan ini dapat menahan
gaya kompressi dan mulai mempunyai gaya tegangan ("tension"). Kekuatan
tegangan ("tensile
strength") jaringan ini adalah 4-19
N-m/mm2 dan modulus
elastisitasnya adalah antara 20 - 800 N-m/mm2. Sedangkan daya
pemanjangannya terhadap ruptur adalah 10% dan 12,8%, yaitu hampir sama dengan
jaringan ikat.5
Kalsium yang mulai terdapat
di dalam "fraktur
callus" ternyata banyak ditemukan pada mitochondria sel-sel chondrocyte. Sel-sel ini menjadi
reservoir kalsium dan sejalan dengan dimulainya proses mineralisasi kartilago
kalsium secara bertahap akan dilepaskan oleh mitochondria Kalsifikasi ini dimulai di antara dan pada vesikel
matriks, serabut kolagen, dan agregat proteoglycans yang mulai kolaps atau terpisah (disagregasi)2'7
"Soft callus" terbentuk pada
daerah sentral inflamasi yaitu disekitar medulla dan daerah interfragmen fraktur dan jaringan kartilago
merupakan bagian lebih dominan Daerah-derah ini memiliki tekanan oksigen yang
rendah. Tulang selanjutnya pada bagian ini akan terbentuk melalui proses
ossifikasi endochondral
Pada proses ini sel-sel tnesenkim yang telah bermigrasi dari jaringan lunak
sekitar fraktur mengalami diferensiasi menjadi sel-sel chondroid dan sel-sel
ini dikenal sebagai
"inducible progenitor cells" (IOPC).6 Di sini akan
terbentuk kartilago jenis kartilago hyalin. Kemudian pada saat proses
mineralisasi berlangsung maka akan terbentuk "woven bone" (tulang immatur), yang selanjutnya akan
mengalami
"remodelling"
menjadi "lamellar
bone". Perubahan tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor mekanik,
listrik dan humoral
serta interaksi antar molekul yang sangat pula menentukan. Stabiliti fragmen
antar fraktur adalah faktor mekanik yang sangat mempengaruhi jumlah kallus yang
terbentuk 2,6'7
"Hard callus" akan
terbentuk sebagai respon kallus primer yaitu dengan proses proliferasi sel-sel
osteoprogenitor di daerah periosteum dan sumsum tulang dan sel-sel tersebut
dikenal dengan nama "Determined Osteoprogenitor Cells" (DOPC).6
Sel-sel ini secara langsung membentuk ossifikasi intramembranosa dan tulang
yang terbentuk berupa "mineralised bone trabeculae" Bila kallus yang
terbentuk sangat kurang atau tidak terbentuk sama sekali maka proses
penyembuhan tulang akan gagal 6,7
Pada proses pembentukan
kallus enzim "alkaline phophatase", kolagen tipe II, dan protein
spesifik tulang akan terus meningkat konsentrasinya. Agar terbentuk matriks
protein pada kallus fraktur tersebut maka chondrocyte dan osteoblast harus
mengaktifkan gen-gen protein tersebut. Pengaturan ekspresi gen-gen pada sel-sel
tersebut sangat menentukan proses penyembuhan tulang2,7 Proses
chondrogenesis, ossifikasi endochondral, dan ossifikasi intramembranosa pada
kallus fraktur ditentukan oleh ekspresi gen-gen yang dipengaruhi oleh adanya
mediator-mediator lokal, dan variasi lingkungan mikro, termasuk stres.
Kompressi menghambat ekspresi gen untuk pembentukan jaringan ikat. Gaya robekan
("shear force") meningkatkan kalsifikasi pada jaringan fibrokolagen dan stress hidrostatik
yang intermiten
mengurangi proses tersebut. Mediator lokal yang berpengaruh adalah "acidic
fibroblast growth
factor" (FGF), "basic FGF", dan TGF-P yang berfungsi
untuk menstimulasi proliferasi chondrocyte, pembentukan kartilago, proliferasi
osteoblast, dan sintesa tulang. Sintesa TGF-P juga berhubungan dengan
hipertrofi kartilago dan kalsifikasi pada ossifikasi endochondral. Pada keadaan
tekanan oksigen yang rendah akan terbentuk kartilago yang diduga disebabkan
oleh jauhnya letak pembuluh darah, sedangkan pada tekanan yang lebih tinggi
jaringan tulang akan terbentuk.1,2'7
Beberapa "growth factor" lainnya juga ikut
berperanan di dalam pembentukan kallus dan inisiasi mineralisasi pada kallus
fraktur. "Collagenase",
"gelatinase", dan "stromelysin" adalah enzim yang
menguraikan protein dan menjadi komponen matriks ekstraseluler pada kallus dan
berfungsi di dalam mempersiapkan proses mineralisasi. Interleukin-1 juga
mengatur penghancuran kallus fraktur dan merangsang pembentukan kallus yang
terkalsifikasi. Prostaglandin
yang walaupun merangsang aktivitas osteoclast, berperanan di dalm proses
ossifikasi selanjutnya, karena resorpsi tulang adalah prekusor pembentukan
tulang. BMP ("bone morphogenic protein") seperti misalnya BMP-3 atau
osteogenin, berfungsi mengubah fenotip sel mesenkim menjadi Osteoblast, "insulin-like growth
factor-II"(IGF-II) adalah rantai tunggal polipeptida yang berfungsi di
dalam menstimulasi proliferasi sel-sel tulang dan matriks kartilago. Produksi
IGF-II distimulasi oleh hormon parathyroid, dan 1,25 dihidroksi vitamin D3.3'7
Sifat biomekanik kallus
fraktur tergantung kepada materi kallus yang terbentuk. Setelah "soft callus" terbentuk,
gambaran radiologis kallus eksternal adalah prediktor yang buruk bagi kekuatan
kallus dan tidak mencerminkan jumlah komponen kimiawi kallus. Perbaikan
kekuatan dan kekakuan tulang yang fraktur ditentukan oleh jumlah tulang yang
terbentuk yang menjembatani fragmen tulang, bukan oleh kallus yang terbentuk
Kekuatan kallus berhubungan dengan kadar kalsium yang tedapat di dalamnya.
Kekuatan tegangan ("tensile strength") kallus berhubungan dengan
rasio callus dengan area tulang
kortikal. Gerakan interfragmen sangat berpengaruh terhadap penyembuhan
tulang. Gerakan interfragmen akan semakin berkurang apabila penyembuhan
berlangsung dengan baik. Apabila stabilitas mekanis cukup baik dan ujung-ujung
fragmen menempel maka "soft
kallus" yang terbentuk akan minimal, namun "hard callus" yang
tipis akan cepat diganti oleh proses pembentukan sistem Haversi (ossifikasi
endochondral) yang cepat. Sebaliknya bila immobilisasi antar fragmen inadekuat,
maka akan terbentuk
"exuberant cartilaginous callus". Apalagi jika keadaan ini disertai
juga dengan jarak antar fragmen yang jauh, maka dapat terjadi "non union "
karena jaringan fibrosa
yang persisten atau
kallus yang tidak membentuk kallus yang osteogenik.7
Proses
minerailisasi dan ossrfikasi
Fase berikutnya adalah fase
osteogenik yaitu fase kallus fraktur mengalami mineralisasi. Proses ini dimulai
pada minggu ke tiga setelah fraktur terjadi, yaitu dengan dimulai dilepaskannya
kalsium oleh mitochondria
dan mulai berkurangnya
proteoglycans beserta agregat-agregatnya.5,7
Proses mineralisasi kallus
fraktur berlangsung dalam suatu urutan berbagai aktivitas sel. Sel-sel chondrocyte akan mensintesa
serabut kolagen tipe I yang mempunyai suatu ruang yang disebut "hole zone" dan membuat
kondisi yang akan mempromosikan deposisi kristal-kristal kalsium hidroksiapatit
di antara serabut-serabut kolagen. Proses ini memerlukan dua fungsi sel. Yang
pertama adalah menghilangkan matriks "fibrokartilaginous callus" dan tingginya konsentrasi proteoglycans yang
menghambat mineralisasi. Untuk mencapai hal ini sel-sel chondrocyte akan mensekresikan "neutral
proteoglycanases" yang akan mendegradasi molekul-molekul proteoglycans pada saat mineralisasi
Cara yang ke dua adalah setelah sel-sel mempersiapkan matriks untuk
mineralisasi, chondrocyte
dan selanjutnya osteoblast,
akan melepaskan
"prepackaged" kompleks kalsium fosfat ke dalam matriks dengan
jalan melepaskan kuncup-kuncup vesikel matriks dari membran sel.
Vesikel-vesikel tersebut akan membawa "neutral protease" yang terdiri dari endopeptidase,
Alanyl p-napthylamidase, serta aminipeptidase dan enzim "alkaline phosphatase" yang
akan mendegradasi matriks yang kaya proteoglycans dan menghidrolisa ATP dan ester fosfat yang kaya
energi untuk menyediakan ion fosfat yang berguna bagi pengandapan kalsium.
Bersamaan dengan mineralisasi kallus, aktivitas kedua enzim tersebut akan
meningkat.2,7,10
Selama proses mineralisasi
berlangsung, ujung-ujung fragmen tulang secara berangsur-angsur menjadi
diselimuti oleh massa kallus yang fusiformis yang berisi "woven bone" yang terus
meningkat. Semakin banyak mineral yang yang telah dideposisi, semakin keras
pula kallus yang terbentuk. Stabilitas fragmen fraktur terus meningkat dan "clinical union"
terjadi, yaitu bagian yang fraktur menjadi tidak nyeri lagi dan tampak tulang
yang menghubungkan fragmen-fragmen fraktur secara radiologis. Meskipun demikian
proses penyembuhan belum selesai karena bagian ini masih lebih
lemah dibandingkan tulang
yang normal. Kekuatan yang sama dengan tuliing normal akan tercapai setelah
proses remodelling berlangsung. xl
Proses Remodelling
Pada tahap akhir penyembuhan
tulang akan terbentuk "lamellar bone" dari "woven bone"
yang sudah terbentuk pada fase sebelumnya, disertai dengan resorpsi kallus yang
tidak diperlukan Proses remodelling ini berlangsung bertahun-tahun, lama
setelah pasien memperoleh kembali fungsi yang normal dan secara radiologis
sudah tampak "union" yang lengkap dan terjadi pada periosteum,
endosteum, tulang kortikal dan trabeculae.2"7'9,10
Proses pergantian "woven
bone" oleh "lamellar bone" terdiri dari proses resorpsi
osteoclastik pada trabeculae tulang yang berlebihan dan lokasi yang tidak benar
dan pembentukan tulang sesuai dengan garis gaya yang bekerja pada tulang oleh
osteoblast pada daerah yang telah diresorpsi. Di samping itu, kanal medulla
mulai terbentuk kembali. Selanjutnya osteoblast akan tertanam di dalam matriks
menjadi osteocyte. "Bone Modelling Unit (BMU) " adalah satu grup
sel-sel yang saling terkait dan berpartisipasi di dalam "remodelling"
pada suatu area tulang tertentu melalui aktivitas sel yang terdiri dari
aktivasi, resorpsi, dan formasi.7
Stabiliti mekanik yang dicapai
pada fase ini semakin meningkat. Progresifitas stabiliti bagian fraktur ini
dapat dilukiskan ke dalam empat stadium. Selama stadium I, tulang yang mengalami
penyembuhan dan dikenakan gaya torsi, akan rusak melalui garis fraktur dengan
kekakuan yang rendah ("low stiffhess) dan berbentuk seperti karet
("rubbery pattern"). Pada stadium II, tulang akan rusak melalui
daerah fraktur dengan kekakuan yang tinggi ("high stiffhess") dan
berbentuk seperti jaringan yang keras ("hard tissue pattem"). Pada
stadium III, tulang akan rusak melalui bagian fraktur dan sebagian pada tulang
yang intak sebelumnya dengan kekakuan yang tinggi ("high stiffhess")
dan berbentuk jaringan keras ("hard tissue pattern"). Selama stadium
IV, bagian yang mengalami kerusakan tidak berhubungan lokasi fraktur dan
terjadi pada bentuk yang sangat kaku ("high stiffhess pattem"), yang
menunjukkan bahwa remodelling telah selesai yang diukur pada restorasi kekuatan
asal mekanisnya.2'7
Berbagai faktor mempengaruhi
proses remodelling ini. Rangsang listrik yang disebabkan oleh adanya stres
akibat pembebanan titik berat badan tubuh yang mengikuti hukum Wollf,
menyebabkan proses osteoblastik pada bagian yang dengan muatan listrik negatif
dan osteoclastik pada bagian dengan muatan listrik yang positif2,7,9
Selain rangsang listrik dan
mekanik, volume tulang yang terbentuk juga dipengaruhi oleh keseimbangan antara
resorpsi dan deposisi tulang yang diatur oleh kontrol sistemik melalui hormon
parathyroid yang mengatur keseimbangan kalsium dan fosfat dan faktor lokal
yaitu "growth factor". Sedangkan faktor lokal yang berperanan adalah
insuline-like growth factor II (IGF II), bone morphogenic protein (BMP), dan
prostaglandin
Sumber :
Kiki Lukman,
dr, MSc
Bagian/SMF Ilmu
Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Rumah Sakit Hasan Sadikin
Bandung