[fraktur] Penyembuhan fraktur tulang dengan stabilisasi yang rigid

Posted by Sepercik Tinta Rabu, 06 Februari 2013 0 komentar
Apabila pada fraktur tulang dilakukan stabilisasi yang rigid dan kontak di antara ujung-ujung fragmen fraktur meliputi seluruh permukaan fraktur, maka kallus tidak akan terbentuk. Berbeda dengan penyembuhan yang melalui pembentukan kallus terlebih dahulu maka penyembuhan jenis ini dikenal sebagai penyembuhan fraktur primer. Sedangkan penyembuhan yang melalui pembentukan kallus dikenal sebagai penyembuhan fraktur tulang sekunder 2,7'9

Schenk dan Willnegger menggambarkan dua tahap penyembuhan fraktur primer, yaitu "gap healing" (penyembuhan jarak antar fragmen) dan " haversian remodelling" (pembentukan sistem Haversi). Syarat bagi terbentuknya proses penyembuhan ini adalah reduksi yang benar, fiksasi yang stabil, dan suplai pembuluh darah yang adekuat. Sampai pada keadaan tertentu tahapan-tahapan ini menunjukkan fase penyembuhan dan "remodelling" fraktur yang tidak distabilisasi dengan rigid Mereka mendapatkan pada "compression plating" yang menunjukkan tidak semua ujung tulang kortikal saling berhubungan, sehingga meninggalkan jarak dalam berbagai ukuran dan oleh karena itu mekanisme, struktur, dan kecepatan pembentukan tulang bergantung kepada besarnya jarak tersebut. Apabila terdapat kontak hubungan langsung di antaranya, maka "lamellar bone" akan langsung terbentuk sepanjang garis fraktur, sejajar dengan aksis panjang tulang dengan cara menghasilkan osteon. Di sini osteoclast akan memotong garis fraktur, sedangkan osteoblast sesudahnya akan mendeposisi tulang yang baru serta pembuluh darah akan menyertai osteoblast tersebut. Matriks tulang yang baru terbentuk tersebut menyelimuti osteocyte dan pembuluh darah sehingga membentuk sistem Haversi atau disebut "primary osteon" (osteon primer). Keseluruhan proses ini disebut "contact healing" dan dimulai pada minggu ke empat sesudah fraktur.2-7
Pada jarak yang kecil yaitu antara 150 s.d. 200 u.m atau kira-kira sebesar diameter luar osteon, sel-sel akan membentuk "lamellar bone" secara tegak lurus pada sumbu tulang. Proses ini akan berlangsung pada minggu ke empat. Pada jarak yang lebih besar, yaitu antara 200 um s.d. 1 mm, sel-sel akan mengisi defek tersebut dengan "woven bone". Sesudah terjadi "gap healing" tersebut pembentukan sistem Haversi akan dimulai, dan akan membentuk anatomi korteks yang normal. Bagian kerucut pemotong ("cutting cones") yang terdiri dari osteoclast beserta pembuluh darahnya akan memotong bagian tersebut, sedangkan osteoblast akan menembus "jarak fraktur yang terbentuk dan kemudian beserta dengan pembuluh darahnya mendeposisi "lamellar bone" dan membentuk anatomi tulang kortikal yang normal "Haversian remodelling" ini akan mengikuti jalur

pembuluh darah yang nekrotik dan juga memotong bagian yang telah mengalami neovaskularisasi. Apabila segmen tulang kortikal yang nekrotik cukup besar, "gap healing" dengan cara pembentukan osteon akan berlangsung, namun dalam kecepatan yang lebih lambat dan area tulang kortikal yang nekrotik tidak akan mengalami remodelling dalam jangka waktu yang lama. '
Perren dan kawan-kawan menemukan bahwa kompressi pada fraktur akan mengeliminasi proses resorpsi ujung-ujung tulang kortikal seperti yang terlihat pada penyembuhan yang normal. Proses resorpsi ini berhubungan dengan "micro motion" (gerakan mikro) dan regangan pada daerah fraktur. Dengan demikian mereka berhasil mendemonstrasikan pentingnya stabilitas untuk pembentukan primer tulang. Apabila stabilitas tidak dipertahankan, maka gerakan mikro tersebut akan menstimulasi resorpsi oleh osteoclast dan menghambat "contact healing" dan "gap healing". "Compression plating" yang berhasil dan disertai dengan friksi dan "preloading" akan menghilangkan gerakan mikro dan regangan. Meskipun demikian gerakan antar fragmen yang sedikit dapat menguntungkan karena akan mempercepat dan memperkuat "union". Terdapat dua teori remodelling pada penggunaan "plate" dan "screw", yaitu teori gangguan pada vaskularisasi dan perlindungan terhadap stres. Adanya proses revaskularisasi pada pembentukan osteon sekunder dan stres yang disebabkan oleh "plating" dan "screw" menyebabkan porositas pada tulang kortikal dan dinding korteks yang tipis, sehingga memudahkan terjadinya refraktur setelah "implant" dicabut. Oleh karena itu jarak pemasangan plating dan screw harus seoptimal mungkin sehingga tidak merusak pembuluh darah medulla tulang.2,7
Pada penggunaan jenis fiksasi lain yaitu "intramedullary nailing" ataupun fiksasi eksterna, proses yang terjadi juga dapat secara pembentukan osteon primer maupun sekunder setelah melalui pembentukan kallus. Pada "intramedullary nailing" pertumbuhan periosteal kallus yang menonjol berbeda dengan "plating " yang endosteal kallusnya yang lebih utama. Demikian pula pada pemakaian fiksasi eksterna. Fiksasi eksterna biasanya kurang rigid dibandingkan dengan plating, sehingga pembentukan kallus

dapat terjadi melalui periosteal kallus. Rigiditas komposit yang digunakan untuk memfiksasi sangat menentukan proses union pada penyembuhan fraktur "Pin loosening" dapat terjadi apabila fiksasi kurang rigid dan pergerakan pada jarak fragmen-fragmen fraktur 2,7



Baca Selengkapnya ....

[Fraktur] Inilah Proses Penyembuhan Patah Tulang

Posted by Sepercik Tinta 1 komentar



Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang* Pada suatu fraktur yang "complete" akan terjadi diskontinuitas pada seluruh jaringan tulang termasuk dengan periosteum maupun endosteumnya. Sedangkan pada fraktur yang "incomplete", diskontinuitas tidak terjadi pada seluruh ketebalan tulangnya, dan periosteum dan/atau endosteumnya dapat masih utuh.3 Pada saat terjadinya trauma, energi yang diserap mengakibatkan kegagalan mekanis dan struktural jaringan tulang. Sebagai akibatnya pembuluh darah tulang yang fraktur dan jaringan lunak di sekitarnya seperti jaringan ikat, fascia, lemak dan jaringan otot serta pembuluh darah di sekitarnya mengalami kerusakan. Adanya kerusakan pada jaringan lunak tersebut juga ikut mempengaruhi proses penyembuhan fraktur tulang.5,6
Proses penyembuhan fraktur tulang meliputi berbagai jaringan yaitu hematoma yang disertai dengan proses inflamasi, jaringan granulasi,


jaringan ikat, jaringan fibrokartilago, proses mineralisasi dan proses pembentukan tulang (ossifikasi), serta tulang yang mengalami remodelling pada bagian tulang cancelous maupun cortical.2'3 Dengan demikian, proses penyembuhan tulang tidak lain juga merupakan suatu proses penyembuhan luka yang melibatkan berbagai jaringan, baik jaringan tulang sendiri maupun berbagai jenis jaringan lain di sekitarnya. Proses tersebut merupakan suatu proses yang kompleks dan berjalan secara bertahap dan simultan yang menghasilkan suatu jaringan yang semula lebih elastis dan tidak rigid menjadi jaringan tulang yang keras, rigid dan kurang elastis.2 3,8 Proses ini juga merupakan serangkaian perubahan seluler, matriks tulang, dan vaskuler yang melibatkan berbagai mediator kimiawi sebagai respon inflamasi terhadap trauma.
Hematoma
Hematoma timbul beberapa detik setelah gaya yang menyertai trauma menyebabkan fraktur dan kerusakan pembuluh darah yang kemudian menimbulkan perdarahan, baik di sekitar tulang maupun di ujung-ujung fragmen fraktur itu sendiri Di samping itu pula jaringan lunak, otot, dan periosteum mengalami kerusakan. Pembuluh darah yang ruptur tersebut akan mengalami vasokonstriksi akibat dilepaskannya katekolamin, brandykinin, dan serotonin oleh sel Mast yang berada di jaringan sekitarnya 8 Akibat pelepasan faktor-faktor pembekuan oleh trombosit maka terbentuklah benang-benang fibrin yang akan membentuk hematoma pada celah di antara fragmen-fragmen fraktur, medulla tulang dan di bawah periosteum yang terangkat. Sedangkan tulang pada bagian ujung-ujung fragmen fraktur tersebut akan mengalami nekrosis sampai ke tempat terdapatnya pembuluh darah kolateral yang terdekat. Sel-sel yang nekrosis tersebut mengeluarkan pula enzim lisosom yang menyebabkan degenerasi sel lebih lanjut*5*7
Bersamaan dengan proses ini reaksi inflamasi mulai timbul dengan dilepaskannya berbagai mediator oleh trombosit, sel-sel yang mati dan mengalami kerusakan. Mediator-mediator tersebut menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah, dan eksudasi cairan plasma yang berisi sel-sel inflammasi yang masuk ke bagian yang mengalami fraktur tersebut 6 Sel-sel


inflammasi tersebut meliputi sel-sel lekosit PMN, yaitu terutama pada tahap 24 jam pertama serta makrofag dan limfosit pada tahap selanjutnya6 Di samping itu pula sel-sel mesenkim (sel-sel "osteoprogenitor") yang berasal dari periosteum, endosteum, transformasi sel-sel endotil dari medulla dan osteoinduksi jaringan otot dan lunak di sekitarnya turut bermigrasi.6 Eksudat yang terbentuk mempunyai peranan yang sangat penting di dalam migrasi, mitosis, dan diferensiasi sel-sel tersebut. Hal ini disebabkan di dalam eksudat itu pula terdapat senyawa hyaluronat dan fibronectin yang merangsang migrasi dan proliferasi sel.6 Pada tahap ini pula lingkungan di sekitar fraktur bersifat asam yang mempengaruhi aktivitas sel-sel di dalamnya. Tekanan oksigen di tempat hematoma pun rendah sedangkan aliran darahnya ('1)lood flow") menurun Keadaan relatif hipoksia tersebut baik bagi pembentukan tulang seperti yang telah dibuktikan secara invitro.2'6'7
Mediator-mediator kimiawi yang berperanan dalam proses inflamasi tersebut berupa "cytokine" , zat morfogenik dan zat-zat eicosanoid seperti prostaglandin (PGE2). "Cytokine" yang dilepaskan oleh trombosit yang berada di dalam bekuan darah tersebut adalah "platelet derived growth factor" (PDGF),"transforming growth factor -P" (TGF-beta) yang berfungsi untuk merangsang sel-sel mesenkim yang terutama terdapat pada periosteum dan belum berdiferensiasi untuk berdiferensiasi menjadi sel-sel fibroblast, osteoblast dan chondrocyte.16,8 TGF-p membentuk pula jenis cytokine lainnya yang bersifat osteokonduktif dan osteoindusif yaitu "bone morphogenic protein (BMP)" dan "osteogenic protein-1 (OP-1)" yang berfungsi mempercepat proses penyembuhan tulang.6 BMP adalah non-collagenous glikoprotein yang berada di dalam tulang dan berfungsi menstimulasi sel mesenkim untuk berdifferensiasi menjadi osteoblast. Diferensiasi tersebut dirangsang pula oleh berbagai jenis mediator juga dilepaskan oleh sel-sel inflammasi yang berkumpul di sekitar jaringan hematoma tersebut.1,6,7 Di antara mediator-mediator tersebut adalah "cytokine" interleukin-1. Mediator ini mempunyai efek sistemik maupun lokal. Efek sistemik adalah produksi reaktan pada fase akut di hepar, peninggian laju endap darah, febris melalui ''mid brain", resorpsi tulang, dan produksi serta migrasi limfosit ke tempat trauma. Sedangkan efek


lokalnya adalah atrofi otot, peningkatan sekresi prostaglandin (PGE2) dari sel-sel otot, peningkatan kecepatan mitosis di sumsum tulang dan thymus setelah fraktur dan trauma jaringan lunak, dan peningkatan jumlah osteoclast pada metafisis yang tidak rusak sesudah suatu fraktur.6'7 TGF-beta tersebut akan terus dihasilkan oleh osteoblast dan chindrocyte selama proses penyembuhan berlangsung.1
Prostaglandin (PGE2) dihasilkan oleh tulang mengalami fraktur dan jaringan otot di sekitarnya. Prostaglandin meningkatkan pembentukan tulang melalui pelepasan "cyclic adenosine monophosphate" (cAMP), cGMP, dan "growth factor" yang mengatur proses resorpsi dan deposisi tulang pada proses remodelling. Salah satu "growth factor" yang dirangsangnya adalah TGF-J3 yang berfungsi menginduksi pembentukan jaringan granulasi. Prostaglandin pun mempunyai efek merangsang migrasi sel dan pembentukan pembuluh darah. "Insulin growth factor (IGF)" pun dirangsang produksinya oleh prostaglandin. IGF berfungsi untuk menstimulasi proliferasi sel-sel tulang dan matriks kartilago. Produksi prostaglandin pada tulang dapat dihambat oleh obat anti inflamasi non steroid yaitu indomethacin. Pemberian obat ini akan menyebabkan kallus yang terbentuk menjadi lemah. Namun demikian, ibuprofen, satu jenis lain obat anti inflamasi non steroid, tidak berpengaruh terhadap sintesa prostaglandin.7
Hematoma diduga pula berfungsi sebagai media atau ruang yang dibentuk oleh spasme dan kontraktur jaringan sekitar fraktur sehingga nantinya callus akan menempati tempat tersebut. Ukuran besarnya hematoma menentukan pula ukuran callus yang terbentuk, di samping faktor stabiliti (pergerakan) ujung-ujung fragmen fraktur. Reaksi inflamasi ini akan berlangsung dalam waktu antara 4 hari sampai satu minggu. ''


Jaringan granulasi
Setelah fase inflamasi selesai pada hematoma maka selanjutnya akan terbentuk jaringan granulasi.5,8 Bersamaan dengan tahap ini, sel-sel yang nekrotik dan eksudat akan diresorpsi dan akan digantikan oleh sel-sel


osteoprogenitor yang telah berdiferensiasi seperti sel-sel fibroblast, fibrocyte, sel-sel mononuklear, dan endotil pembuluh darah kapiler. Jaringan granulasi lebih kuat dan kaku dari pada hematoma. Jaringan granulasi dapat menahan pemanjangan sebanyak dua kali panjangnya dan kekuatan maksimalnya adalah 0,1 N-m/mm2 sebelum menjadi ruptur. Sedangkan modulus elastisitasnya adalah E = 0,05 N-m/mm.2'3
Pada tahap ini proses neovaskularisasi berlangsung dengan dengan bantuan "angiogenetic factor". Sel-sel endotil pembuluh darah didaerah fraktur maupun di jaringan otot dan lunak sekitarnya akan mengalami penonjolan sitoplasma sehingga pembuluh darah baru terbentuk dengan cara migrasi dan reduplikasi. Pembuluh darah yang terbentuk ini berjalan paralel satu sama lainnya dan dan tegak lurus terhadap fraktur. Pada fase awal neovaskularisasi tersebut lebih banyak terdapat di sekitar pembuluh darah periosteum, sedangkan pada fase selanjutnya pembuluh darah arteri nutricia dari medulla lebih memegang peranan penting. "Fibroblast growth factor"(FGF) adalah mediator yang terpenting pada proses angiogenesis penyembuhan fraktur tulang dan dihasilkan oleh makrofag. Apabila fraktur yang terjadi adalah fraktur yang direk dan disertai kerusakan jaringan lunak serta otot yang luas, maka pembentukan neovaskularisasi tersebut akan terganggu sehingga dapat terjadi delayed atau non union pada penyembuhan fraktur tulang. Sedangkan bila frakturnya disebabkan oleh trauma yang indirek, kerusakan jaringan lunak yang ditimbulkan tidak masif sehingga pembuluh darah dan sel-sel osteoprogenitor akan tumbuh dengan baik.u'6FGF ini juga pada fase-fase selanjutnya akan dihasilkan oleh sel-sel osteoblast dan Chondrocyte 1
Salah satu jenis protein yang terdapat di dalam pembuluh darah yaitu laminin, juga akan meningkat di sekitar jaringan granulasi. Protein ini berperanan di dalam pembentukan jaringan granulasi. Kemudian osteoclast pun mulai dengan aktif meresorpsi sel-sel yang nekrotik. Proses resorpsi ini banyak dipengaruhi oleh prostaglandin dengan cara meningkatkan aktivitas osteoclast dan penambahan jumlah sel-sel osteoclast.2


Jaringan ikat
Proses penyembuhan atau regenerasi tulang berlangsung terus dan jaringan granulasi akan mengalami transformasi menjadi jaringan ikat yang terdiri dari serabut-serabut kolagen.5 Jaringan ikat ini akan lebih kuat lagi dibandingkan jaringan granulasi dan kekuatannya bervariasi tergantung kepada jenis jaringan ikatnya. Kekuatan tegangan ("tensile strength") bervariasi di antara 2 dan 60 N-m/mm2 dan kekuatan perubahan panjang sampai dengan ruptur diantara 5% dan 17%.5
Fase ini juga dikenal sebagai fase mesenkimal karena sel-sel yang dominan pada tahapan ini adalah sel-sel fibroblast, chondroblast, dan makrofag. "Chondrocyte" yang pertama kali terbentuk adalah yang terletak di dekat tulang kortikal dan berasal dari diferensiasi sel-sel mesenkim yang berasal dari lapisan periosteum Serabut kolagen yang disintesa adalah kolagen tipe I dan tipe II. Sedangkan fibroblast mensintesa serabut kolagen tipe III dan tipe V yang didapatkan pada daerah jaringan ikat yang bersama dengan pembuluh darah. Pada tahap ini serabut kolagen tipe I yang dominan. Di samping kolagen jaringan ini juga terdiri dari matriks yang meliputi glycosaminoglycans dan proteoglycans.7
Pada fase ini kadar "alkaline phosphatase" dan protein spesifik pada tulang akan terus meningkat. Protein tulang yang spesifik ini meliputi "proteoglycan core protein", kolagen tipe II, "bone Gla protein", dan osteocalcin. Kadar air dan lipid berada dalam konsentrasi yang tinggi pada stadium ini.7
Jaringan fibrokartilago
Secara biomolekuler fase ini merupakan kelanjutan dari fase mesenkimal yaitu fase chondroid dan chondroid-osteoid. Setelah jaringan ikat terbentuk maka secara bertahap sel-sel mesenkim yang telah berdiferensiasi berubah menjadi chondroblast yang kemudian mendeposisi matriks kolagen dan berubah menjadi chondrocyte yang merupakan sel yang dominan di sekitar fraktur maupun lapisan kambium periosteum. Serabut kolagen yang dominan disintesa pada tahap ini adalah kolagen tipe II dan IX. Kolagen


Cipe II akan dideposisi pada area kartilago yang telah matur, sedangkan tipe IX berfungsi menstabilisasi serabut-serabut kolagen II. Hexosamine, hydroxyproline, dan hydroxylisine mencapai puncak konsentrasinya pada fase ini, yang kemudian akan berkurang pada fase selanjutnya. Sedangkan kadar mineral mulai meningkat pula Dengan terbentuknya jaringan kolagen yang matur dan mulai terbentuknya sel-sel osteoid pada fase chondroid-osteoid yang mengikuti fase chondroid, maka pada daerah fraktur mulai terbentuk jaringan kallus yang dapat dibagi menjadi "soft callus" dan "hard callus". Bersamaan dengan itu pula kadar proteoglycans pada matriks ekstraseluler akan meningkat dan terdiri dari dua jenis yaitu "dermatan sulfate" oleh fibroblast, dan chondroitin 4-sulfate selama minggu kedua oleh sel-sel chondrocyte.2'7 Jaringan ini dapat menahan gaya kompressi dan mulai mempunyai gaya tegangan ("tension"). Kekuatan tegangan ("tensile strength") jaringan ini adalah 4-19 N-m/mm2 dan modulus elastisitasnya adalah antara 20 - 800 N-m/mm2. Sedangkan daya pemanjangannya terhadap ruptur adalah 10% dan 12,8%, yaitu hampir sama dengan jaringan ikat.5
Kalsium yang mulai terdapat di dalam "fraktur callus" ternyata banyak ditemukan pada mitochondria sel-sel chondrocyte. Sel-sel ini menjadi reservoir kalsium dan sejalan dengan dimulainya proses mineralisasi kartilago kalsium secara bertahap akan dilepaskan oleh mitochondria Kalsifikasi ini dimulai di antara dan pada vesikel matriks, serabut kolagen, dan agregat proteoglycans yang mulai kolaps atau terpisah (disagregasi)2'7
"Soft callus" terbentuk pada daerah sentral inflamasi yaitu disekitar medulla dan daerah interfragmen fraktur dan jaringan kartilago merupakan bagian lebih dominan Daerah-derah ini memiliki tekanan oksigen yang rendah. Tulang selanjutnya pada bagian ini akan terbentuk melalui proses ossifikasi endochondral Pada proses ini sel-sel tnesenkim yang telah bermigrasi dari jaringan lunak sekitar fraktur mengalami diferensiasi menjadi sel-sel chondroid dan sel-sel ini dikenal sebagai "inducible progenitor cells" (IOPC).6 Di sini akan terbentuk kartilago jenis kartilago hyalin. Kemudian pada saat proses mineralisasi berlangsung maka akan terbentuk "woven bone" (tulang immatur), yang selanjutnya akan mengalami "remodelling"


menjadi "lamellar bone". Perubahan tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor mekanik, listrik dan humoral serta interaksi antar molekul yang sangat pula menentukan. Stabiliti fragmen antar fraktur adalah faktor mekanik yang sangat mempengaruhi jumlah kallus yang terbentuk 2,6'7
"Hard callus" akan terbentuk sebagai respon kallus primer yaitu dengan proses proliferasi sel-sel osteoprogenitor di daerah periosteum dan sumsum tulang dan sel-sel tersebut dikenal dengan nama "Determined Osteoprogenitor Cells" (DOPC).6 Sel-sel ini secara langsung membentuk ossifikasi intramembranosa dan tulang yang terbentuk berupa "mineralised bone trabeculae" Bila kallus yang terbentuk sangat kurang atau tidak terbentuk sama sekali maka proses penyembuhan tulang akan gagal 6,7
Pada proses pembentukan kallus enzim "alkaline phophatase", kolagen tipe II, dan protein spesifik tulang akan terus meningkat konsentrasinya. Agar terbentuk matriks protein pada kallus fraktur tersebut maka chondrocyte dan osteoblast harus mengaktifkan gen-gen protein tersebut. Pengaturan ekspresi gen-gen pada sel-sel tersebut sangat menentukan proses penyembuhan tulang2,7 Proses chondrogenesis, ossifikasi endochondral, dan ossifikasi intramembranosa pada kallus fraktur ditentukan oleh ekspresi gen-gen yang dipengaruhi oleh adanya mediator-mediator lokal, dan variasi lingkungan mikro, termasuk stres. Kompressi menghambat ekspresi gen untuk pembentukan jaringan ikat. Gaya robekan ("shear force") meningkatkan kalsifikasi pada jaringan fibrokolagen dan stress hidrostatik yang intermiten mengurangi proses tersebut. Mediator lokal yang berpengaruh adalah "acidic fibroblast growth factor" (FGF), "basic FGF", dan TGF-P yang berfungsi untuk menstimulasi proliferasi chondrocyte, pembentukan kartilago, proliferasi osteoblast, dan sintesa tulang. Sintesa TGF-P juga berhubungan dengan hipertrofi kartilago dan kalsifikasi pada ossifikasi endochondral. Pada keadaan tekanan oksigen yang rendah akan terbentuk kartilago yang diduga disebabkan oleh jauhnya letak pembuluh darah, sedangkan pada tekanan yang lebih tinggi jaringan tulang akan terbentuk.1,2'7

Beberapa "growth factor" lainnya juga ikut berperanan di dalam pembentukan kallus dan inisiasi mineralisasi pada kallus fraktur. "Collagenase", "gelatinase", dan "stromelysin" adalah enzim yang menguraikan protein dan menjadi komponen matriks ekstraseluler pada kallus dan berfungsi di dalam mempersiapkan proses mineralisasi. Interleukin-1 juga mengatur penghancuran kallus fraktur dan merangsang pembentukan kallus yang terkalsifikasi. Prostaglandin yang walaupun merangsang aktivitas osteoclast, berperanan di dalm proses ossifikasi selanjutnya, karena resorpsi tulang adalah prekusor pembentukan tulang. BMP ("bone morphogenic protein") seperti misalnya BMP-3 atau osteogenin, berfungsi mengubah fenotip sel mesenkim menjadi Osteoblast, "insulin-like growth factor-II"(IGF-II) adalah rantai tunggal polipeptida yang berfungsi di dalam menstimulasi proliferasi sel-sel tulang dan matriks kartilago. Produksi IGF-II distimulasi oleh hormon parathyroid, dan 1,25 dihidroksi vitamin D3.3'7
Sifat biomekanik kallus fraktur tergantung kepada materi kallus yang terbentuk. Setelah "soft callus" terbentuk, gambaran radiologis kallus eksternal adalah prediktor yang buruk bagi kekuatan kallus dan tidak mencerminkan jumlah komponen kimiawi kallus. Perbaikan kekuatan dan kekakuan tulang yang fraktur ditentukan oleh jumlah tulang yang terbentuk yang menjembatani fragmen tulang, bukan oleh kallus yang terbentuk Kekuatan kallus berhubungan dengan kadar kalsium yang tedapat di dalamnya. Kekuatan tegangan ("tensile strength") kallus berhubungan dengan rasio callus dengan area tulang kortikal. Gerakan interfragmen sangat berpengaruh terhadap penyembuhan tulang. Gerakan interfragmen akan semakin berkurang apabila penyembuhan berlangsung dengan baik. Apabila stabilitas mekanis cukup baik dan ujung-ujung fragmen menempel maka "soft kallus" yang terbentuk akan minimal, namun "hard callus" yang tipis akan cepat diganti oleh proses pembentukan sistem Haversi (ossifikasi endochondral) yang cepat. Sebaliknya bila immobilisasi antar fragmen inadekuat, maka akan terbentuk "exuberant cartilaginous callus". Apalagi jika keadaan ini disertai juga dengan jarak antar fragmen yang jauh, maka dapat terjadi "non union " karena jaringan fibrosa yang persisten atau kallus yang tidak membentuk kallus yang osteogenik.7


Proses minerailisasi dan ossrfikasi
Fase berikutnya adalah fase osteogenik yaitu fase kallus fraktur mengalami mineralisasi. Proses ini dimulai pada minggu ke tiga setelah fraktur terjadi, yaitu dengan dimulai dilepaskannya kalsium oleh mitochondria dan mulai berkurangnya proteoglycans beserta agregat-agregatnya.5,7
Proses mineralisasi kallus fraktur berlangsung dalam suatu urutan berbagai aktivitas sel. Sel-sel chondrocyte akan mensintesa serabut kolagen tipe I yang mempunyai suatu ruang yang disebut "hole zone" dan membuat kondisi yang akan mempromosikan deposisi kristal-kristal kalsium hidroksiapatit di antara serabut-serabut kolagen. Proses ini memerlukan dua fungsi sel. Yang pertama adalah menghilangkan matriks "fibrokartilaginous callus" dan tingginya konsentrasi proteoglycans yang menghambat mineralisasi. Untuk mencapai hal ini sel-sel chondrocyte akan mensekresikan "neutral proteoglycanases" yang akan mendegradasi molekul-molekul proteoglycans pada saat mineralisasi Cara yang ke dua adalah setelah sel-sel mempersiapkan matriks untuk mineralisasi, chondrocyte dan selanjutnya osteoblast, akan melepaskan "prepackaged" kompleks kalsium fosfat ke dalam matriks dengan jalan melepaskan kuncup-kuncup vesikel matriks dari membran sel. Vesikel-vesikel tersebut akan membawa "neutral protease" yang terdiri dari endopeptidase, Alanyl p-napthylamidase, serta aminipeptidase dan enzim "alkaline phosphatase" yang akan mendegradasi matriks yang kaya proteoglycans dan menghidrolisa ATP dan ester fosfat yang kaya energi untuk menyediakan ion fosfat yang berguna bagi pengandapan kalsium. Bersamaan dengan mineralisasi kallus, aktivitas kedua enzim tersebut akan meningkat.2,7,10
Selama proses mineralisasi berlangsung, ujung-ujung fragmen tulang secara berangsur-angsur menjadi diselimuti oleh massa kallus yang fusiformis yang berisi "woven bone" yang terus meningkat. Semakin banyak mineral yang yang telah dideposisi, semakin keras pula kallus yang terbentuk. Stabilitas fragmen fraktur terus meningkat dan "clinical union" terjadi, yaitu bagian yang fraktur menjadi tidak nyeri lagi dan tampak tulang yang menghubungkan fragmen-fragmen fraktur secara radiologis. Meskipun demikian proses penyembuhan belum selesai karena bagian ini masih lebih


lemah dibandingkan tulang yang normal. Kekuatan yang sama dengan tuliing normal akan tercapai setelah proses remodelling berlangsung. xl
Proses Remodelling
Pada tahap akhir penyembuhan tulang akan terbentuk "lamellar bone" dari "woven bone" yang sudah terbentuk pada fase sebelumnya, disertai dengan resorpsi kallus yang tidak diperlukan Proses remodelling ini berlangsung bertahun-tahun, lama setelah pasien memperoleh kembali fungsi yang normal dan secara radiologis sudah tampak "union" yang lengkap dan terjadi pada periosteum, endosteum, tulang kortikal dan trabeculae.2"7'9,10
Proses pergantian "woven bone" oleh "lamellar bone" terdiri dari proses resorpsi osteoclastik pada trabeculae tulang yang berlebihan dan lokasi yang tidak benar dan pembentukan tulang sesuai dengan garis gaya yang bekerja pada tulang oleh osteoblast pada daerah yang telah diresorpsi. Di samping itu, kanal medulla mulai terbentuk kembali. Selanjutnya osteoblast akan tertanam di dalam matriks menjadi osteocyte. "Bone Modelling Unit (BMU) " adalah satu grup sel-sel yang saling terkait dan berpartisipasi di dalam "remodelling" pada suatu area tulang tertentu melalui aktivitas sel yang terdiri dari aktivasi, resorpsi, dan formasi.7
Stabiliti mekanik yang dicapai pada fase ini semakin meningkat. Progresifitas stabiliti bagian fraktur ini dapat dilukiskan ke dalam empat stadium. Selama stadium I, tulang yang mengalami penyembuhan dan dikenakan gaya torsi, akan rusak melalui garis fraktur dengan kekakuan yang rendah ("low stiffhess) dan berbentuk seperti karet ("rubbery pattern"). Pada stadium II, tulang akan rusak melalui daerah fraktur dengan kekakuan yang tinggi ("high stiffhess") dan berbentuk seperti jaringan yang keras ("hard tissue pattem"). Pada stadium III, tulang akan rusak melalui bagian fraktur dan sebagian pada tulang yang intak sebelumnya dengan kekakuan yang tinggi ("high stiffhess") dan berbentuk jaringan keras ("hard tissue pattern"). Selama stadium IV, bagian yang mengalami kerusakan tidak berhubungan lokasi fraktur dan terjadi pada bentuk yang sangat kaku ("high stiffhess pattem"), yang menunjukkan bahwa remodelling telah selesai yang diukur pada restorasi kekuatan asal mekanisnya.2'7


Berbagai faktor mempengaruhi proses remodelling ini. Rangsang listrik yang disebabkan oleh adanya stres akibat pembebanan titik berat badan tubuh yang mengikuti hukum Wollf, menyebabkan proses osteoblastik pada bagian yang dengan muatan listrik negatif dan osteoclastik pada bagian dengan muatan listrik yang positif2,7,9
Selain rangsang listrik dan mekanik, volume tulang yang terbentuk juga dipengaruhi oleh keseimbangan antara resorpsi dan deposisi tulang yang diatur oleh kontrol sistemik melalui hormon parathyroid yang mengatur keseimbangan kalsium dan fosfat dan faktor lokal yaitu "growth factor". Sedangkan faktor lokal yang berperanan adalah insuline-like growth factor II (IGF II), bone morphogenic protein (BMP), dan prostaglandin

Sumber :
Kiki Lukman, dr, MSc
Bagian/SMF Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung


Baca Selengkapnya ....
Original design by Bamz | Copyright of Blog Pintar.